Pertama-tama Belum Berbahaya

Saya bangga mengatakan bahwa saya senang dan banyak membaca. Seiring dengan bertambahnya usia, pilihan bacaan menjadi lebih spesifik, saya hanya membeli buku yang menurut saya menarik dan berguna. Saya masih membaca novel dan beberapa karya sastra, tapi tidak membelinya. Terus terang saya menyimpulkan kalau otak saya tidak begitu peka untuk membaca novel dan karya sastra. Dibutuhkan hati yang lembut dan perasa untuk bisa memahami karya sastra, yang saya tidak punya.

pic dari mizan


Tapi saya sangat tertarik dengan Islam, sejarahnya dan kitabnya, al Qur’an.
Saya, tentu saja orang ‘Islam’ seperti mayoritas orang Indonesia lainnya. Beberapa tahun terakhir (10 tahun, barangkali?) saya mulai senang dengan buku-buku ‘Islami’. Mulainya dari tulisan-tulisan Quraish Shihab, tentang keajaiban al Quran kebanyakannya. Lalu saya mulai membaca al quran. Membaca disini yaitu membaca terjemahan, karena saya belum bisa mengaji. Saya ingat pengalaman awal saya dalam membaca al quran, saya selalu mengantuk luar biasa, tidak mengerti dengan yang saya baca. Dan didalam hati ketika saya membaca bait-bait di dalamnya yang terngiang-ngiang adalah suara perempuan berdeklamasi ala pengajian TVRI yang membaca terjemahannya dengan gaya sok berwibawa dan menyebalkan. Terus terang ini membuat pembacaan al quran saya kurang menyenangkan, padahal waktu itu saya sedang menggebu-gebu ingin membaca al quran sebagai kitab cahaya yang sangat dikagumi pak Quraish.
Lalu saya mencoba merubah suara batin saya, dengan suara saya sendiri. Saya membaca dengan mengeluarkan suara biasa, seperti membaca teks buku biasa. Hasilnya lebih cocok untuk saya, dan saya mulai bisa membaca al quran.

Comments