Kiblat Menghadap ke Barat atau Timur?


foto dari wikipedia

Ada kisah menarik mengenai agama dan tradisi yang bisa kita pelajari di Suriname (Amerika Selatan). Negara bekas jajahan Belanda ini pada abad 19 dan 20 pernah mendatangkan kuli kontrak dari berbagai negara diantaranya dari Jawa, India, Cina dan Timur Tengah.


Kurang lebih 33,000 orang Jawa Tengah dan Timur diangkut ke Suriname pada tahun 1890 - 1939 dengan janji manis bahwa mereka bisa menjadi kaya sepulangnya dari sana, padahal kenyataannya mereka menjadi kuli kontrak selama lima tahun di perkebunan tebu dan coklat. Setelah selesai masa kontrak orang-orang Jawa ini terlalu malu dan miskin untuk pulang dan akhirnya menetap disana dan saling menikah.

Dalam masa-masa sulit kesatuan dan kekerabatan orang Jawa dipertahankan melalui tradisi. Selamatan dan upacara tradisi seperti sunatan, mitoni, pernikahan, hari-hari peringatan kematian terus dilakukan. Peringatan kematian masih terus dilakukan hingga satu, dua tahun dan satu windunya.

Upacara bersih desa yang dipersembahkan untuk Dewi Sri diselenggarakan selama musim panen padi. Dalam upacara ini dilakukan pagelaran wayang kulit. Wayang kulit dan gamelan yang digunakan diturunkan dari generasi ke generasi, dan sudah tidak ada orang yang bisa membuatnya lagi.

Sekarang orang keturunan Jawa (70,000 jiwa) di Suriname menjadi etnis keempat terbesar setelah Creole (campuran belanda dan afrika), hindustan (India) dan marun (afrika). Suriname sendiri merupakan negara dengan keberagaman yang tertinggi di dunia. Etnis yang ada di negara itu meliputi Creole, India, Jawa, Marun (Afrika), Cina, Indian amerika, Lebanon, dan Brazil. Agama yang tercatat meliputi kristen, hindu, islam, winti, dan berbagai keyakinan asli yang belum diberi nama. Negeri ini juga adalah contoh negara yang sangat toleran terhadap perbedaan.


Mesjid Jawa di Suriname. Foto oleh Arnoud Ross.

Keyakinan Islam orang Jawa di Suriname tidak sama dengan yang dipraktekan orang islam di Jawa sekarang. Islam ini lebih bercampur dengan Kejawen. Ketika orang Jawa ini tiba di Suriname mereka membuat mesjid menghadap ke barat, sesuai dengan yang biasa dilakukan ketika di Jawa. Ketika orang islam reformis tiba di sana, mereka membuat mesjid menghadap ke timur, karena memang Mekkah ada di timur Suriname. Akhirnya muslim disana terbagi menjadi aliran barat (Jawa) / wong madep ngulon dan aliran timur (India dan orang jawa reformis). Kaum reformis ini juga menentang Selametan dan Tayub.


Kabah, diantara Jawa dan Suriname - gambar dari ustadzaris

Barangkali bisa dibuat kesimpulan bahwa agama islam dan tradisi di pulau Jawa pada abad ke 19 adalah kurang lebih sama seperti yang masih dipraktekkan orang jawa di Suriname. Hilang kontak dengan pulau Jawa menjadikan pengetahuan dan tradisi yang dipraktekkan tidak berkembang secara sama dan sebangun dengan yang ada di Jawa, menjadikan mereka contoh hidup kebudayaaan Jawa abad 19, kurang lebihnya.

Sayang sekali dimasa sekarang para generasi muda Jawa di Suriname sudah mulai meninggalkan tradisi Jawa ini, lebih memilih tradisi praktis modern. Sudah jarang yang bisa berbahasa Jawa.


Mesjid Ahmadiyah Keizerstraat ini berbagi tempat parkir dengan Neveh Shalom Sinagog, Paramaribo. Sumber H. van de Moosdijk.

sumber:
inside indonesia
wikipedia
agama kejawen
mari mengenal suriname
javanen in diaspora
kehidupan orang jawa di suriname

Comments

  1. Terimakasih informasinya.kunjungi web kami juga ya.
    http://herbalifepedang.blogspot.com/
    http://herbalifesamarinda11.blogspot.com/
    http://herbalifemedan11.blogspot.com/
    http://herbalifejambi.blogspot.com/
    http://herbalifebanjarmasin.blogspot.com/
    http://herbalifemanado11.blogspot.com/

    ReplyDelete

Post a Comment