Moral, Agama dan Tingkah Laku

Pencampuradukan masalah tingkah laku dan agama yang dipastikan tidak akan efektif mengatasi masalah.

Banyak hal yang merugikan orang lain atau melanggar hukum di lakukan oleh warga negara ini . Contoh terbaru adalah masalah penggandaan uang dilakukan oleh dimas kanjeng. Juga heboh Aa Gatot Brajamusti yang meliputi pemakaian sabu, senjata api hingga pelecehan seksual yang terjadi di padepokannya.

Ada juga masalah penyuapan yang dilakukan Syaiful Jamil melalui panitera pengadilan yang super kaya raya untuk meringankan putusan pengadilan dalam kasusnya yang sangat berat memperkosa anak di bawah umur.

Di opini kompas hari ini juga ada isu yang diangkat mengenai anak di bawah umur yang membawa kendaraan. Dengan judul provokatif tentang orang tua yang tidak bermoral.


Di negara yang segala sesuatu di kaitkan dengan agama hal ini tidak aneh, mengaitkan segala sesuatu dengan kadar moral seseorang. Ketika kita mengaitkan masalah dengan moral, yang akan dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut berpusat pada cara memperbaiki moral seseorang,atau dengan menghujat betapa tidak bermoralnya seseorang yang melakukan suatu pelanggaran, atau kejahatan, atau bahkan yang mengidap suatu penyakit.

Kecenderungan ini mengakibatkan kita tidak melihat jelas suatu permasalahan, dan akibatnya tidak mendapatkan solusi yang efektif untuk menangani permasalahan tersebut.

Mengapa tidak menilai tingkah laku, daripada moral?  atau agama?

Seorang manajer yang baik ketika mengisi laporan tahunan tentang anak buahnya akan menilai berdasarkan tingkah laku: target apa yang sudah dicapai, bagaimana dia datang tepat waktu, bersikap menghormati dengan sesama rekan kerja, apakah dia dapat diandalkan.  Dia tidak menilai moralnya. Atau menilai berdasarkan agamanya.  Mengapa? karena sangat sulit untuk menilai moral seseorang.  Dia tidak tahu apa isi kepala bawahannya, apa yang dilakukan dirumahnya atau yang tidak dilakukannya.  Dan jika dia menilai berdasarkan agama, maka manajer itu telah bersifat tidak adil.

Juga seorang dokter yang menerima pasiennya yang mengidap sifilis.  Dokter tersebut tidak akan menilai moralnya, atau bertanya apa agama pasiennya, tapi barangkali akan mencari tahu darimana dia mendapatkan penyakitnya itu.  Apakah dia berganti ganti pasangan seksual? jika dia cuma punya satu pasangan yaitu suaminya, maka suaminya pun harus diobati, bahkan barangkali dokter akan menganjurkan sang istri untuk memakai kondom ketika berhubungan seks dengan suaminya.  Apakah sang dokter harus menilai moral dan agama sang suami? tentu tidak.

Melarang orang buang sampah sembarangan tidak akan bisa menggunakan standar moral.  "Kalau kamu membuang sampah sembarangan kamu tidak beriman!!" lalu pasang spanduk besar dengan tulisan itu sambil berdoa supaya mereka mereka yang tidak beriman tersebut tidak membuang sampah sembarangan.

Yang harus dilakukan adalah mencegah mereka membuang sampah sebarangan, siapapun mereka baik bermoral, tidak bermoral, beragama atau tidak beragama.  Caranya? sediakan tong sampah misalnya, pasang cctv, berlakukan denda bagi yang melakukan.

  • Sehubungan ingin merekrut pemimpin daerah yang bermoral, dilakukan test membaca al Quran bagi para calon pemimpin.  
  • Sehubungan ingin mencari kandidat penerima beasiswa akademis, yang bisa menghafal al Quran paling banyaklah yang akan diterima.
  • Sehubungan dengan bencana yang sering terjadi, diharapkan masyarakat untuk lebih banyak bertobat dan berdoa.
Maaf menurut saya itu hal hal teraneh tapi nyata yang terjadi di negeri tercinta ini.

Comments

  1. kalau soal kebersihan, karena ada jargon "kebersihan sebagian dari iman".
    makanya sering dikaitkan.
    well.

    ReplyDelete

Post a Comment